Judul: Di Antara Kenangan dan Luka
Aku duduk di
bangku taman kota, menatap langit senja yang mulai memerah. Tangan ini masih
terasa hangat dari genggaman Al tadi pagi. Rasanya aneh, menyenangkan,
sekaligus menyakitkan.
Al, sahabatku
yang dulu berubah menjadi sesuatu yang lebih. Dia yang pernah begitu dekat
sampai aku merasa bisa membaca setiap pikirannya. Saat itu, dia mabuk dan
jujur—“Aku sayang kamu,” katanya lirih, tanpa basa-basi. Perasaan yang aku kira
hanya persahabatan, ternyata lebih dalam dari itu. Tapi semuanya berantakan
setelah Nada masuk ke dalam cerita kami.
Nada, perempuan
yang dulu aku anggap sahabat juga, tapi kemudian menjadi penghalang. Dia sering
bersembunyi di balik senyuman manisnya, tapi aku tahu dia diam-diam mengintipku
dan Al. Aku tahu dia pernah jadi orang ketiga yang menghancurkan hubungan kami.
Dan kini, setelah semuanya berlalu, dia datang lagi, menangis dan curhat
padaku, mengaku masih sayang dan takut kehilangan Al.
Aku, yang
pernah tersakiti, berdiri di tengah pusaran emosi yang rumit. Al sudah putus dengan cewek barunya, dan aku yang dulu
terpinggirkan kini sering jalan dan healing bareng dia. Kami berdua jomblo,
mencoba mengisi kekosongan yang tersisa tanpa ikatan lama. Tapi kenyamanan ini
tak datang tanpa bayang-bayang.
Nada, yang masih menggenggam
perasaannya, tiba-tiba mengirim pesan jujur padaku.
“Aku cemburu banget liat kalian
dekat. Tapi aku
percaya sama kamu. Aku cuma takut, takut kalian balikan lagi.”
Aku terdiam.
Rasanya seperti dilempar di tengah badai yang tak kunjung reda. Aku ingin Al
sepenuhnya, tapi aku tak mau lagi menjadi korban pengkhianatan. Aku ingin
kembali jadi teman yang seru, berjalan-jalan tanpa beban, tanpa harapan yang
akan terluka.
Aku ingin
menata batas-batas hati, agar aku bisa nyaman dan tetap waras. Aku ingin
berkata pada diri sendiri, “Aku boleh peduli, tapi aku tak akan terjebak lagi.”
Aku ingin mengatur jarak, menjaga waktu, dan membangun kembali ruang untuk
diriku sendiri.
Namun, saat Nada
meminta dengan tulus, aku sadar betapa beratnya menjadi manusia yang harus
memilih antara hati dan kewarasan.
Aku berjalan pulang di bawah langit
yang mulai gelap, memegang erat secercah harapan bahwa suatu hari nanti, aku
bisa menemukan kedamaian di antara kenangan dan luka.
Komentar
Posting Komentar