Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2025
“Kalau dulu kita jadi…” Hai kamu, Kadang aku masih mikir, “Kalau dulu kita jadi, mungkin sekarang kita lagi duduk bareng di kafe kecil itu, ngobrolin hidup sambil ngetawain masa lalu.” Kalau dulu kita jadi, mungkin kita udah nyusun rencana kecil buat tahun depan. Liburan ke tempat yang kita omongin terus, bikin konten lucu, atau sekadar leha-leha sambil dengerin musik yang kita repeat terus waktu itu. Tapi kita gak jadi. Dan gak semua hal yang nyaris jadi itu harus disesali. Karena meskipun banyak hal yang belum kita lakuin bareng, kamu juga tahu… gak semua mimpi bisa tumbuh di tanah yang sama. Sekarang, aku cuma pengin bilang: aku gak apa-apa. Meskipun kadang masih kangen sama versi diri yang dulu semangat karena kamu, aku juga mulai belajar sayang sama versi yang tetap berdiri meski kamu gak ada. Aku akan tetap pergi ke tempat-tempat itu. Tetap nulis hal-hal receh di notes. Tetap ketawa keras walau bukan kamu yang duduk di sebelahku. Karena aku gak butuh “jadi” sama kamu untuk tetap ...

PUISI

"Aku, Yang Diam-Diam Luka" Aku diam di antara kabar duka, menyimpan iba yang tak bisa aku ucapkan karena di balik tangismu, ada genangan air mataku sendiri yang tak sempat kau lihat. Aku bukan siapa-siapa dalam kehilanganmu, tapi juga bukan batu yang tak punya rasa. Aku ingin mengulurkan tangan, tapi takut jariku patah karena menyentuh kenangan yang belum sembuh. Sementara dia— orang yang pernah aku jaga hatinya, kini berdiri di sisimu menabur doa di atas makam, dan perlahan... menanam duri di dadaku sendiri. Aku bukan iri pada dukamu. Aku hanya… hancur karena tahu, bahkan di momen paling sunyimu, namaku tak sempat kau cari, tapi lukaku tetap tumbuh—tanpa izinmu. Biar, aku simpan semuanya dalam sunyi, karena aku tahu, aku tak bisa ikut menangisimu tanpa mengkhianati hatiku sendiri.

AIRA & REVAN (NARA'S POV)

Aku buat juga versi dari cerita sudut pandang orang ketiga—yang selama ini hanya muncul sebagai "pengganggu", tapi sebenarnya juga manusia. Dia punya rasa. Dia punya harapan. Dan... dia juga patah. —kita panggil dia Nara . selamat membaca, semoga kalian suka yaaa Judul: “Aku yang Datang Terlambat” (POV Nara) Aku tahu aku bukan tokoh utama dalam cerita mereka. Mungkin cuma semacam angin yang datang tiba-tiba, bikin badai sebentar, lalu ditinggal begitu saja. Tapi aku juga manusia. Dan aku juga jatuh cinta. Namaku Nara. Dan dari awal aku tahu—Revan punya tempat paling besar di hatinya untuk Aira. Tapi aku bodoh, atau mungkin cuma terlalu ingin dipercaya. Aku pikir, kalau aku sabar, kalau aku ada terus, dia bakal lihat aku. Waktu itu mereka putus. Aku tahu semua orang bilang aku penyebabnya. Padahal... aku juga nggak pernah diminta untuk datang. Aku cuma muncul, waktu Aira lagi menjauh, dan Revan lagi rapuh. Dia cerita banyak ke aku. Tentang Aira, tentang sepinya...

AIRA & REVAN (REVAN POV)

Judul: “Yang Gagal Aku Jaga” Kalau kamu tanya siapa perempuan paling rumit sekaligus paling aku rindukan—jawabannya Aira. Aku dan dia itu kayak lagu lama yang nggak pernah selesai dimainkan. Dulu kami sahabatan, terlalu dekat sampai semua orang ngira kami pacaran. Padahal waktu itu aku cuma berani nunjukin rasa lewat perhatian kecil: nganterin dia pulang, dengerin curhatnya sampai tengah malam, atau nyimpen semua makanan yang dia suka. Sampai malam itu, waktu aku mabuk dan semua yang kupendam tumpah begitu aja. "Aku suka kamu, Ra... dari dulu." Aku pikir dia bakal kabur, atau ketawa. Tapi besoknya, dia ngajak aku jalan, dan dari situlah kami mulai sesuatu yang baru—lebih dari sahabat. Dan seperti semua yang terlalu cepat tumbuh, kami juga cepat patah. Waktu itu ada Tiara. Dia temen nongkrong, temen cerita juga. Aku nggak pernah punya niat buat nyakitin Aira, tapi aku juga terlalu pengecut buat ngusir orang yang selalu ada pas Aira lagi sibuk. Aku kejebak di tengah, da...

AIRA & REVAN (AIRA'S POV)

Judul: "Yang Tak Bisa Aku Namakan" Aku tak tahu harus menyebut ini apa. Bukan cinta, tapi juga bukan sekadar pertemanan. Sesuatu yang menggantung di antara masa lalu dan kenyamanan. Namaku Aira. Dan Revan... dia adalah semua bab yang tak selesai di hidupku. Dulu kami sahabat. Terlalu dekat, bahkan kadang orang-orang tak percaya kalau kami tak pacaran. Tapi aku tahu, aku tahu banget kapan semuanya berubah—malam itu, ketika dia pulang dari pesta dalam keadaan mabuk dan bilang: "Aku nyimpen rasa ini lama banget, Ra. Tapi kamu nggak pernah peka. Aku suka kamu, dari dulu." Aku diam. Tiba-tiba semua ingatan soal caranya memperhatikan aku jadi masuk akal. Aku cuma... gak pernah ngeliat dia dari sisi itu. Tapi setelah malam itu, aku mulai merasakannya juga. Dan kami jadian. Sebentar saja, sebelum semuanya retak—karena orang ketiga. Namanya Tiara. Dan ya, aku tahu dia ada dari awal. Aku pernah lihat cara Revan ngelirik dia saat lagi ribut-ribut di kafe. Aku bukan ...

CERPEN

  Judul: Di Antara Kenangan dan Luka Aku duduk di bangku taman kota, menatap langit senja yang mulai memerah. Tangan ini masih terasa hangat dari genggaman Al tadi pagi. Rasanya aneh, menyenangkan, sekaligus menyakitkan. Al, sahabatku yang dulu berubah menjadi sesuatu yang lebih. Dia yang pernah begitu dekat sampai aku merasa bisa membaca setiap pikirannya. Saat itu, dia mabuk dan jujur—“Aku sayang kamu,” katanya lirih, tanpa basa-basi. Perasaan yang aku kira hanya persahabatan, ternyata lebih dalam dari itu. Tapi semuanya berantakan setelah Nada masuk ke dalam cerita kami. Nada, perempuan yang dulu aku anggap sahabat juga, tapi kemudian menjadi penghalang. Dia sering bersembunyi di balik senyuman manisnya, tapi aku tahu dia diam-diam mengintipku dan Al. Aku tahu dia pernah jadi orang ketiga yang menghancurkan hubungan kami. Dan kini, setelah semuanya berlalu, dia datang lagi, menangis dan curhat padaku, mengaku masih sayang dan takut kehilangan Al. Aku, yang pernah tersaki...

CERPEN

Judul: Antara Rindu dan Batas Lina duduk di sudut kafe kecil, menggenggam cangkir kopi hangat sambil menatap layar ponsel. Notifikasi dari Reza masuk lagi. Sejak putus dari pacarnya, Reza jadi sering menghubunginya, lebih sering dari biasanya. Mereka dulu sahabatan sekali. Sejak SMA, mereka melewati segala macam cerita bersama—tawa, tangis, dan rahasia yang hanya mereka berdua tahu. Bahkan di sebuah malam ketika Reza mabuk berat, dia pernah mengungkapkan sesuatu yang membuat Lina terkejut. “Lina… aku suka kamu. Bukan cuma teman,” katanya pelan sambil tersenyum canggung. Lina waktu itu hanya bisa diam. Tapi dari sana, hubungan mereka berubah, menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar sahabat. Namun semuanya tak semulus itu. Ada Diva, cewek yang sudah lama dekat dengan Reza, bahkan sebelum Lina dan Reza mulai berpacaran. Diva ternyata sering jalan bareng Reza diam-diam, bahkan saat Reza masih bersama Lina. Lina pernah curiga, tapi waktu itu hatinya terlalu percaya pada Reza. ...

PUISI

“Di Batas Rindu” Di antara langkah yang beriring, terpatri cerita yang tak selesai. Sahabat, cinta, dan luka bercampur, menari dalam diam hati yang lelah. Aku ingin kau menjadi milikku, bukan sebagai masa lalu yang sakit, tapi sebagai teman yang mengerti, menemani tanpa harap yang membebani. Cemburu ini bukan amarah, hanya bayang-bayang yang menunggu, di sudut hati yang ingin tenang, tanpa harus terbelenggu janji lama. Aku belajar memberi jarak, tanpa memutus tali yang pernah kuat. Menjaga diri agar tetap utuh, di antara rindu yang tak harus dimiliki. Biarkan aku berdiri di sini, di batas perasaan yang terjaga, menyambut hari dengan hati yang sabar, dan bahagia tanpa kehilangan diri.

SEBUAH PUISI UNTUK PERJALANAN YANG BELUM USAI

“Batas Senja di Hatiku” Rindu adalah api yang tak pernah padam, berkobar dalam sunyi, membakar angin malam. Cemburu, embun dingin yang menetes perlahan, mengintip di sela daun-daun harapan. Hatiku adalah samudra yang bergelora, ombak perasaan memukul karang kesabaran. Kau dan dia, bayang-bayang di cakrawala, menganyam kisah dalam jaring waktu yang rapuh. Aku ingin jadi pelangi setelah hujan, mewarnai langit tanpa menyentuh badai. Menjaga batas seperti tali halus, agar hati ini tak terjerat dalam simpul yang salah. Biarkan hatiku berdansa di ujung senja, mengukir damai dalam pelukan angin. Di sana, aku berdiri tegak dan bebas, menjadi diri sendiri, tanpa harus kau miliki.