“Kalau dulu kita jadi…” Hai kamu, Kadang aku masih mikir, “Kalau dulu kita jadi, mungkin sekarang kita lagi duduk bareng di kafe kecil itu, ngobrolin hidup sambil ngetawain masa lalu.” Kalau dulu kita jadi, mungkin kita udah nyusun rencana kecil buat tahun depan. Liburan ke tempat yang kita omongin terus, bikin konten lucu, atau sekadar leha-leha sambil dengerin musik yang kita repeat terus waktu itu. Tapi kita gak jadi. Dan gak semua hal yang nyaris jadi itu harus disesali. Karena meskipun banyak hal yang belum kita lakuin bareng, kamu juga tahu… gak semua mimpi bisa tumbuh di tanah yang sama. Sekarang, aku cuma pengin bilang: aku gak apa-apa. Meskipun kadang masih kangen sama versi diri yang dulu semangat karena kamu, aku juga mulai belajar sayang sama versi yang tetap berdiri meski kamu gak ada. Aku akan tetap pergi ke tempat-tempat itu. Tetap nulis hal-hal receh di notes. Tetap ketawa keras walau bukan kamu yang duduk di sebelahku. Karena aku gak butuh “jadi” sama kamu untuk tetap ...
"Aku, Yang Diam-Diam Luka" Aku diam di antara kabar duka, menyimpan iba yang tak bisa aku ucapkan karena di balik tangismu, ada genangan air mataku sendiri yang tak sempat kau lihat. Aku bukan siapa-siapa dalam kehilanganmu, tapi juga bukan batu yang tak punya rasa. Aku ingin mengulurkan tangan, tapi takut jariku patah karena menyentuh kenangan yang belum sembuh. Sementara dia— orang yang pernah aku jaga hatinya, kini berdiri di sisimu menabur doa di atas makam, dan perlahan... menanam duri di dadaku sendiri. Aku bukan iri pada dukamu. Aku hanya… hancur karena tahu, bahkan di momen paling sunyimu, namaku tak sempat kau cari, tapi lukaku tetap tumbuh—tanpa izinmu. Biar, aku simpan semuanya dalam sunyi, karena aku tahu, aku tak bisa ikut menangisimu tanpa mengkhianati hatiku sendiri.